S eruput kopi menambah kesegaran setelah sedikit kantuk tak diundang datang di angkringan warkop. Wajah segar sepeti blewah kuning yang sudah dikupas menambah kesegaran dingin malam. Senyumnya memang tidak sesuai dengan hatinya. Meski dia berbicara dengan tersenyum tetapi pertanyaanku meledak seperti balon yang kebanjiran udara. Kenapa dia masih tersenyum walaupun paku-paku sudah ditancapkan satu-persatu? Lalu siapa yang salah, dia memang tidak berdaya? Aku juga tidak bisa menyalahkan istrinya berbuat seperti itu? Tetapi apakah harus, untuk menuntut sesuatu sembunyi-sembunyi menebar racun pada luka yang masih basah? “Mas, tambah lagi kopinya?” Ucapku. “Enggak Nas udah” kata Udin temanku. “Jangan mas, nanti senyumnya jadi hitam” cegahku ketika dia mulai ke tiga kali menyulut bom penyakit yang katanya menyebabkan impotensi, kangker, gangguan janin dan bla-bla-bla. Dengan senyum sedikit, dia masih saja bandel seperti dulu ketika ia mengajar di satu instansi di suatu sekolah. Cerobnong