Kartini Masa Kini

Siapa bilang hari ini tidak ada penerus Raden Adjeng Kartini? Meski tidak berjuang seperti jaman penjajahan dulu, tetapi penerus R.A. Kartini hari ini masih ada.  Kita tahu bahwa Kartini adalah pejuang perempuan. Kita tahu perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas.  Kita tahu Kartini memang tiada duanya. Tetapi saya ingin menunjukkan bahwa berkat perjuangan beliau telah banyak Kartini-Kartini baru yang juga bercermin dari pemikiran-pemikirannya.

Pandangan-pandangan kritis yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap perempuan, pernikahan dan pendidikan yang ada di tanah jawa. Di masyarakat kita masih berpikiran bahwa wanita hanya  akan melakukan 3m; masak, macak, dan manak. Meski demikian temanku sebut saja Siti Nur (nama samaran) pernah bertanya kepada ku; Apakah laki-laki S1 itu takut kalau istrinya nanti sudah S2? Apakah saya yang sudah menempuh S2 akan laku jika pandangan orang demikian? Meski dia bertanya seperti itu, tetapi dia tetap saja meneruskan perjuangannya untuk menempuh S2nya. Teman saya beranggapan bahwa menikah itu tidak hanya itu. Menikah itu banyak hal yang dikelola sang istri, bagaimana mengatur keuangan, bagaimana mendidik anak, bagaimana memberikan motivasi ke suami bahkan membantu suami mencari nafkah. Tentu itu membutuhkan belajar. Salah satu yang dia bisa lakukan untuk menyiapkan rumah tangganya adalah dengan sekolah lagi yang lebih tinggi. Usaha yang dilakukan teman saya yang satu ini adalah cerminan dari Kartini-Kartini modern.

Teman saya Dewi Sandra (nama samaran) yang sekarang sakit dan vonis dokter yang mengatakan umurnya tidak lama lagipun tidak pupus dengan penyakit itu. Meski dia sering berjuang dengan nafasnya yang tersengal, tetapi perjuangan untuk melanjutkan studi di pascasarjana salah satu Universitas negeri di Surabaya menjadi semangat hidupnya. "aku harus bertarung dengan penyakitku, sampai aku mencapai niat dan harapanku". Dia tidak henti-hentinya menyebutkan kata-kata itu, ketika nafasnya mulai tidak berhembus dan dibantu dengan alat pernafasan. Menjadi Kartini muda seperti ini memang tidak muda.

Teman saya lagi Devi Natalia (nama samaran) dia juga seorang penulis muda yang sekarang memimpin lembaga pendidikan Paud. Meski dia dari desa terpencil di Lamongan, tetapi pemikirannya tidak bisa di remehkan. Beliau memfasilitasi orang tua yang tidak lagi sibuk mengurus anak-anak yang telah dilahirkannya. Dia membuka penitipan. Dia berkata "anak usia golden Age, sangat menentukan perkembangan mentalnya nanti. Usia seperti ini tidak boleh disia-siakan. Mereka adalah penerus bangsa".  Meski tempat lembaga ini menjadi sekarang rebutan para penguasa, tetapi niat dan harpannya untuk memajukan dunia pendidikan anak tetap menjadi prinsipnya. Dia juga menempuh pendidikan yang lebih tinggi sekarang dan semuanya itu sebagi bekal bahwa perempuan harus maju dan tidak bisa diremehkan.

Teman saya yang lain bernama Rina Pertama (Nama samran) juga sedang bergelut dengan dunia pendidikan. Dia melihat bahwa wanita tidak boleh ditindas, seperti yang dialami mamanya. Perempuan harus berpendidikan. Jika ada penindasan yang dilakukan suami, istri dapat berbuat sesuatu. Selamat berjuang temanku. Semoga mendapat jodoh yang benar-benar akan menghargai perempuan.

Inilah cerita Kartini-Kartini masa kini yang ada di sekitar penulis. Meski masih banyak yang belum tertulis dalam cerita pendek ini. Tentu Anda dapat menilai Kartini-Kartini masa kini yang sekarang berjuang untuk kemajuan perempuan-perempuan Indonesia di masa depan. Selamat berjuang Kartini-Kartini masa kini. Engkau aset bangsa yang tidak dapat diremehkan.