Mengapa bukan panen raya? Hal ini
karena yang panen kali ini hanya dua
orang saja yaitu keluargaku dan pak lek ku. Hal ini karena yang menanam kacang
kapri adalah pak lek ku dan keluargaku saja. Hal ini karena orang-orang sudah
tidak tertarik lagi dengan menanam. Hal ini karena orang-orang lebih memilih
kerja di pabrik dari pada di kebun. Hal ini karena di pabrik lebih besar
gajinya dari pada di kebun. Hai ini juga karena kebun-kebun banyak yang sudah
dibeli pengembang perumahan.
Iya rantai sebab-akibat. dikarena
orang-orang tidak mau menjadi petani menyebabkan terjadinya lahan tidak
terpakai. Lahan yang tidak terpakai menyebabkan pemilik lahan ingin menjual.
Lahan yang dijual itu mahal menyebabkan yang bisa membali lahan hanya para
orang berduit. Yang punya duit itu adalah para pengembang perumahan.
Dikarenakan lahan yang sudah dibeli dan dijadikan rumah menyebabkan orang tidak
lagi bisa menanam atau menjadi petani.
Kembali ke panenku hari ini. Berbentuk bulat dengan biji
hitam dan mempunyai satu mata putih. Dia termasuk kelompok kolo pendem (biji dibawah tanah). Inilah kacang kapri yang ku panen
hari ini. Diterik matahari yang sudah mau terbenam mengiringi suasana hati yang
sedang gembira mencabut tanaman kecil ini. Sekali cabut seakan muncul dua puluh
permata-permata bulat yang siap untuk diambil. Dengan kayu ku mengkorek-korek
tanah sehingga nampak jelas kacang kapri berbentuk putih untuk yang muda dan
juga agak coklat untuk yang tua. Aku sangat bersyukur sekali panen kali ini
banyak isinya.
Aku pergi ke kebun tidak di pagi hari. Ku pergi ke kebun
pada sore hari. Ini kulakukan karena aku aku baru sampai di gresik jam 9 lebih.
Sementara hari ini hari jum’at. Waktu umat muslim untuk menunaikan ibadah wajib
dengan datang ke masjid mendengarkan
khotib. Ya sudahlah aku berangkat habis jum’atan saja. Ternyata keinginan untuk
pergi ke kebun setelah jum’atan tidak terkabulkan. Bapak sama Ibuku melarangku
ke kebun. Sebenarnya aku memaksa, tetapi mereka tidak memberitahu panen yang
dimaksud kebun yang mana?
Ibuku sebenarnya yang bersemangat untuk menanam kapri ini.
Ibuku tidak ingin nganggur. Maka dari pada nganggur mending tanah dengan sewa murah dari desa sebelah mungkin akan
menjadi aktivitas yang menyehatkan mereka. Apalagi menanam kapri bukan hanya
pada tahun ini saja. Menanam kapri sudah hampir dua puluh tahun yang lalu.
Sejak aku MI (sederajad dengan SD) aku sudah pernah panen kapri. Tetapi
sayangnya sekarang orang menanam kapri sudah tidak meniraik lagi. Sangat
berbeda dengan dulu.
Hampir setahun ibuku merawat kebun ini untuk mendapat panen
sekali ini. Dengan perawatan seperti ini membuat orang enggan untuk menanam
kapri. Ditambah lagi dengan harga ketika panen dibawah harga normal. Meski
demikian kita tetap besyukur, bahkan ketika melihat mutiara-mutiara membuat
kami semangat untuk tahun depan menanam lagi. Kalau bukan kita yang menanam,
maka apa ada yang menikmati kapri. Kami melakukan ini hanya ingin melestarikan
budaya swasembada pangan dengan menanam sendiri kita tidak hanya mampu beli,
tetapi kita bisa berproduksi. Terimakasih Allah telah membuat kami tertawa dan
bahagia pada panen kali ini.
Comments
Post a Comment