Mendung ini
menangis berhari-hari. Menangis tiada henti. Menutupi matahari. Sehingga dingin
menyelimuti bumi. Genting pun terasa nyaring berbunyi. Berirama dan bernyanyi.
Di depan jendela ku berdiri. Seolah di penjara teralis besi. Mengurung diri.
Ingin ku berteriak dan tanpa sunyi. Meramaikan suasana hati. Tapi apa itu punya
arti?.
Sudah dua kali ku daftar. Dengan
mengirim paket obrol supaya dapat lebih murah dan banyak hal yang ingin ku
bicarakan. Lalu ku cari nama mu dalam kontacts di Hpku. Tinggal pencet. Akan
tetapi ibu jari terasa berat, kaku dan tidak bisa menyentuh tombol call. Hati
mencegah dibalik mulut yang ingin bicara. “Apa cuma ucapan?”. Ah biarlah,
lagi-lagi ibu jari telah mati.
Seakan ada seorang yang
membututi. Perasaan tidak tenang menggoda. “Apakah aku harus ke toko suvenir
ya?” “Tak ah... hujan-hujan begini”. Kemudian mulutku menguap. Ah aku harus
pergi ke toko itu” bicaraku dalam hati. “Tapi uangnya siapa yang dipakai?”
Kedaadaan memang membingungkan. Pertempuran antara banyangan idealis dengan
kenyataannya datang secara bersamaan. Pertempuran itu berkecamuk di otak ini
kemudian kuputuskan untuk tidur sejenak sambil menunggu reda.
Saat di ranjang emput dengan
bantal yang sudah kelihatan kapukknya. Aku ingat waktu itu di suatu masjid.
Engkau menunggu di depan serambi waktu ku sholat. Ketika kukeluar dari masjid, engkau sudah menyambutku dengan
senyuman. Terasa senyumanmu membasuh dua kali kesejukan.
Dengan suara merdu engkau ucapan
“Selamat ulang tahu, mas” .
Sekali lagi es kau guyurkan ke
hati ini. Di tanganmu ada sebuah bungkusan. Nampak rapi. Aku menduga telah
engkau siapkan di rumah. Aku sebenarnya lupa, hari itu adalah ulang tahunku.
Tetapi senyum dan sesuatu di tanganmu membuat
ku ingat bahwa hari itu hari ulang tahunku. Aku menduga itu untukku. Dan benar
itu memang untukku.
Mas coba dibuka. Akupun menurut
seperti sapi yang sudah dicongok hidungnya. Dengan penasaran bungkusan itu kubuka.
“Wah ... apa ini? sudah tidak sabar ku ingin
tahu isinya” kataku.
Dompet indah warna hitam dengan merek terkenal
segera muncul dari bungkusan kertas kodo yang telah terobek. Aku sepontan mengucapkan terimakasih.
Bagaimana tidak gembira. Bukan hadiahnya, tetapi seumur hidupku, baru kali ini mendapat hadiah
di ulang tahunku.
Memang pada kepercayaan yang
selama ini ku anut. Ulang tahun sebenarnya bukan dalam hitungan Masehi tetapi
Hijriah. Biasanya disandingkan dengan pasaran Jawa. Jumat Pon, Sabtu Kliwon,
Ahad Wage, dan seterusnya. Hal itulah yang membuat aku merahasiakan tanggal
lahirku. Aku tidak pernah mencantumkan di facebook, twiter, atau blog
sekalipun. Sehingga hari ulang tahunku seolah rahasia. Seperti rahasia kenapa
hari ini hujan padahal kemarin juga hujan.
Nyaris selama hidupku tak ada acara hari ulang
tahun. Biasanya orang tuaku mengirimkan tetangga bubur merah tiap bulan di hari
pasaranku. Bukan tanda ulang tahun, tetapi sedekah makanan supaya selamat.
Tetapi pada hari itu ada yang tahu hari ulang tahunku. Entah dia ingat atau di
tandainya dalam buku diarinya. Tetapi itu membuatku terharu. Wong aku kadang
lupa bahwa hari itu adalah hari ulang tahunku.
***
Mendung masih mengguyur taman di
depanku. Dia tanpa permisi membasahi pakean yang ku jemur tadi pagi. Dia juga
telah menyebabkanku flu sampai seperti ini. Lagi-lagi tanpa permisi. Memang aku
tahu mendung punya alasan untuk semua perbuatannya itu. Tepai mengapa tidak
memberitahukannya? Tapi aku ingin sekali melanjutkan ketikanku dibalik terali
besi ini.
Hari ini adalah hari ulang
tahunmu. Aku senang jika engkau senang. Tetapi aku sedih karena aku tak bisa
memberimu apa-apa. Ingin sekali kuberikan sesuatu. Tetapi hutangku kini telah
banyak. Aku tidak kerja. Aku sekarang pengangguran tanpa upah.
Setahun yang lalu aku bisa
memberikan kamu kue dan beberapa hadiah di ulang tahunmu. Aku dulu memang orang
yang lumanyan punya penghasilan. Tetapi untuk hari ini aku hampir tidak ada
uang sama sekali. Setelah menamatkan program pascasarjana. Aku telah melamar ke
mana-mana. Bukan saja di Universitas tetapi juga di beberapa sekolah. Rupanya
pada hari-hari ini sulit sekali menjadi seorang guru. Tahukan bahwa guru
sekarang? Guru sekarang ini laris manis, karena ada sertifikasi.
Bukan hanya tidak punya uang.
Hari-hari iniaku merugi, bahkan merugi seratus persen dari biaya modal. Jualan
dari kulaanku sekarang tidak laku. Sementara penagih sudah datang hilir mudik.
Aku bingung harus cari hutangan di mana untuk menebus itu semua.
Sebenarnya bukan hanya itu. Aku
bisa saja memberikan sesuatu yang indah. Sesuatu yang mengesankan. Tetapi aku
kini telah bertunangan. Aku tidak mau terjadi perselingkuhan. Aku ingin menjaga
hubungan kita. Hubungan teman. Hubungan silaturahim. Aku tidak ingin terjadi
kesalahan.
Banyak sekali terjadi kesalahan.
Kesalahan karena katanya aku memberikan harapan palsu. Katanya aku telah
menghianatinya. Itu semua bermula dari pemberian sebuah hadiah.
Masih ingit beberapa bulan lau
ada seorang cewek yang sekarang seakan bermusuhan. Pada hal aku hanya
menghadiainya ke Ampel karena dia tidak pernah ke sana.Kemudian dia
mengira-ngira sendiri bahwa aku telah menjalin hubungan dengan dia. Ketika tahu
aku bertunangan akhirnya dia memarahinya dan mengatakan aku telah mengecewakannya.
Aku telah berkhianat kepada dia.
Ada lagi yang gara-gara
menghadiai engan cara mengajari sepeda motor sampai bisa, ternyata juga disalah
artikan. Hal-hal seperti inilah yang membuatku takut untuk memberikan sesuatu.
Akhirnya mendung memang tidak
memberikan alasan kenapa memberi hujan. Bahkan mendung kini telah
menenggelamkan jalan, rumah , sawah. Dia memberikan semua tanpa alasan. Aku bukan
mendung, meski alasannya baik. Aku ini manusia, maka seribu alasanpun aku punya,
meski itu cuma alasanku saja*).
Comments
Post a Comment