Apa yang sedang kau cari? Pekerjaan atau ilmu atau ridho ilahi? Jarum tajam siap menghunus. Batu-batu itu nampak semrawut. Aspal sudah terkelupas. Batu itu seakan terlahir dengan ujung runcingnya. Mereka bahkan bisa saja menjebolkan pertahanan sepeda motorku. Tentu jebolnya ban sepeda motorku berarti jebol pula pengeluaranku untuk nambal atau ganti yang baru.
Kiri-kanan kulihat saja banyak pohon jati yang merana. Ku bukan bernyanyi tapi ini kenyataan yang sepi perhatian. Pohon jati itu telah banyak menggugurkan daun mereka sendiri. Musim kering sudah tiba, seperti keringnya kantong dompet dari gambar Sukarno-Hatta atau gambar Ngurarai. Hanya tinggal pangeran Patimura yang sedang membawa samurai siap menebas permen-permen di toko sebelah ketika mulut kering dan pahit.
Kucoba masuk ke dalam jalanan beraspal tipis dan berbatu. Aku ragu di dalam sana ada perumahan atau sekolahan. Semakin dalam sepeda motor menerobos jalan makadam, semakin culas batu-batu itu menikam-nikam ban sepeda motor.
Terlihat sedikit kehidupan!!! Masjid besar dengan arsitektur mewah terlihat di depan mata. Debu-debu berputar-putar seperti di film the mummy. Debu-debu sisa-sisa semen itu ditiup angin. Debu itu menghujani masjid yang memang belum jadi betul. Besar, sangat besar menurutku. Tetapi mengapa diletakkan di dalam hutan lereng gunung? penasaran semakin menjadi-jadi. Laju sepeda motor kupelankan.
Di samping masjid itu ada beberapa tukang batu sedang asyik dengan keringatnya. Mereka memanjat bangunan yang mirip dengan pensil-pensil yang dioroti menghadap ke atas. Memang sih tidak tabung. Pensil gepeng, kalau kusebut dalam anganku. Pensil gepeng itu berjajar banyak. Di depan bangunan itu ada gambar dan tulisan. Gambarnya memang tidak asing. Gambar itu ku dekati. Memang gambar itu adalah gambar kementrian perumahan. Di bawah gambar dan tulisan seperti kop yang ada keterangan bahwa bangunan itu adalah bangunan rumah susun pondok pesantren Al Ishlah.
Sepeda motorku masih saja berbunyi, guncangan bebek yang memang sudah kendor semua. Ditambah terjalnya jalan seperti menabuh plastik bertubi-tubi. Suaranya memang memalukan hati. Di belakang masjid ada bangunan yang tidak kalah. Bangunan yang memamang baru itu besar juga. Itu adalah bangunan sekolah.
Aku sampai juga diparkiran. Anak-anak berkopyah terlihat polos-polos. Mereka melihati saya, mengkin heran. Kenapa ada DPR kesini hehehe... bukan-bukan, mereka heran karena mungkin tidak pernah ketemu aku.
Aku tanya pada salah seorang diantara mereka. Mana sekolah aliyah kelas XII? memang benar-benar santri. Dia membungkukkan badan sanbil mengacungkan ibu jarinya seperti memberikan like kepada saya. Ibu jari itu mengarah pada arah tertentu. Akupun bilang pada dia "terimaksih ya dek".
Aku menuju ke kelas XII. Kemudian ku masuk. Wanita berkurudung putih, duhai indah sekali, ingin ku kenal siapa meraka itu?. Aku ucapkan salam. "Assalamu'alaikum" mereka pun menjawabinya dengan serentak "wa'alaikumsalam wr. wb." Benar ini kelas XII. "Iya pak" jawab mereka. Saya kemudian basa-basi. "Ma'af saya telat, dan insyaAllah akan selalu telat sekitar 10 menit" Bilangku.
Kepada anak itu, aku jelaskan alasanku telat dan mengatakan seperti itu. Mereka pun menyadari kundisi itu. Ku tanya pada mereka, mana yang laki-laki? kok cuma dua? mereka bilang bahwa temannya masih perjalanan menuju kelas. Tidak lama kemudian datang robongan laki-laki berkopyah. Sayang mereka ada yang pakai sepatu putih, sepatu olah raga, ada pula yang tidak memakai alas kaki. Mereka pun ada yang memakai tas, ada pula yang hanya satu buku. Ada pula yang tidak membawa buku.
Lantas akupun memberikan beberapa peringatan kepada mereka. Lain kali ketika waktu saya, harus membawa paling tidak buku dan bulpen. Karena ilmu itu seperti burung. Dia akan gampang terbang. Maka alat untuk menangkapnya adalah pulpen yang kamu tuliskan di buku tersebut.
Anak-anak mengajak berkenalan dan kita tahu sama lain. Mereka memang anak-anak yang polos. Aku tahu mereka potensinya besar untuk jadi anak yang besar baiknya. Aku yakin jika sekolah ini diatur dengan baik, hasilnya juga akan baik.
Dibalik jendela. Pohon jati melambai-lambai. Mengajak menari di tanah yang luas hamparan rumput yang sudah menguning. batu-batu menjulang inggi disekelilingnya. Menambah ekotisnya panorama. Memang sekolah ini di dalam hutan. Tapi tidak terlalu jauh dari jalan raya. Aku tahu potensi sekolah ini besar, sebesar cita-cita Kiyai. Aku tahu sekolah ini akan jadi besar, sebesar luasnya tanah yang menghampar disekelilingnya. Aku tahu seakolah ini akan besar, sebesar batu-batu gunung yang menjulang disamping kanan kiri depan belakang.
Semoga!!! ini doa guru baru yang masih tak tahu.
Comments
Post a Comment