Sinar sentrong matahari mengenyirkan mata. Melawan sinar matahari memang bisa membuat jalan raya tidak terlihat. Truk-truk di depan terlihat saat posisi sepeda motor ini mendekat saja. Tapi apa boleh buat, surat pernyataan sudah ditandatangani. Apa boleh buat mulut sudah bilang iya. Tapi memang ada baiknya juga. Sinar matahari pagi membuat vitamin d terbentuk. Terjadinya osteoporosis bisa dicegah. Mudah-mudahan berkah.... (bukan kampanye).
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di tempat yang memang tidak asing yaitu PCNU Gresik. Kemari kita di sini dan sekarang di sini. Di hari kedua pelatihan SOP ini ruangan masih tidak berpenghuni. Hanya ocehan burung gereja yang lirih-lirih. Juga suara mobil-mobil berbadan gemuk dengan mesin gendut seakan mau berak. Mengeluarkan kotoran hitam berupa timbal-timbal dan gas monoksida serta campuran gas dioksida.
Berbadan gendut lagi pendek hehehe.... tapi cantik, sosok yang juga lagi-lagi tidak asing. Dia adalah wanita yang dulu menjaga perpus saat ku sekolah Aliyah dulu. Dia datang berseta rombongan lengkap dengan seaserahan yang seperti mahar berupa kabel oloran dan beberapa nasi bungkus yang dibawa oleh anak-anak Osis. Teman guru matematika ternyata juga telah datang. Dia menyapaku dengan senyumnya yang khas “Cek pagine...” bilangnya. Saya pun cuma melebarkan mulut sambil memamerkan gigi. Beberapa menit setelah itu, hadir teman-teman guru yang lain. Semakin lama akhirnya semakin lama-semakin banyak.
***
Dibalik kekisruhan dan kesemrawutan otak. Ingin sekali kulampiaskan dengan rokok dan menyendiri ditepi gunung yang terpenghuni atau menyendiri di tepi lautan. Tetapi undangan dari sekolah untuk menghadiri acara SOP menjadi lebih penting dari pada pelampiasan yang hanya sedikit arti. Sesekali ku hanya berpikir dengan pikiran su’udhonku. Jangan-jangan pelatihan ini sama saja dengan pelatihan yang biasanya ku ikuti. Pelatihan yang membuat semangat pada awalnya tapi beberapa hari berikutnya menjadi biasa dan tak berbekas.
Semula aku hanya menyadari bahwa pelatihan hanyalah sekedar omong kosong tanpa bukti. Ya... Mr. Nafi’ namanya. Dia katanya master of trainer. Dia sering keliling dunia. Dia katanya sering melatih di wilayah Indonesia. Berbagai penghargaan yang juga katanya dia raih. Dia juga telah menerbitkan beberapa buku. Dia katanya juga telah menerainer sekolah di Bungah Assa’adah. Dia juga telah melakukan pendampiangan di sana. Ok... ok... usai juga katanya sekarang saya mau lihat bukti.
Semula aku pesimis ini akan menghibur. Karena hiburanku telah menjadi bubur. Ok ini telah berahir, masalahku hanyalah sebuah takdir. Ok... masalahku... biarlah menjadi benakku. Ok.. masalahku biar dia melayang-layang disekitar otakku. Aku semula hanya kabur dan tertutup oleh kecilnya usaha yang lebih menggantungkan ketetapan takdir. Seperti besarnya ketentuan gunung dan kecilnya kerikil usaha. Mudah-mudahan pelatihan ini membawa perubahan.
Tangan diangkat... digerakkan... dipakai menghitung.... satu, dua, tiga.... sepuluh. Sekalarang kedua tangan... kita tulis di awan... satu, dua, tiga,... sepuluh. Sekarang kaki kiri diangkat... kita pakai menulis satu, dua, tiga,.... sepuluh. Sekarang pinggul kita pakai menulis angka... satu, dua, tiga... sepluh. Semua ikut intruksi, termasuk pak Kiyai. Benar-benar kompak. Termasuk pak satpam, termasuk guru2. Semua tertawa. Semua ada makna. Semua gerak bercerita. Memang tiadak materi terucap, tapi terpikirkan sendiri dalam angan-angan.
Tanyangan demi tanyangan berisi gambar. Mercerita tangtang kerapain sepatu yang ditata rapi, tentang membuang sampah pada tempatnya, tentang tertib makan, tentang cara masuk kelas, menyambut siswa, menjawab tlpn. Semua terukur dan dapat dievaluasi. Semua teratur sesuai kaidah ahlak yang islami. Alangkah indahnya bila ini terbawa menjadi karakter diri, karakter siswa, karakter guru dan seterusnya. Mudah muahan karakter ini akan membawa semangatknya bentuk usahaku untuk menghalau pesimis dan mempersilahkan masuk semua bentuk optimis. Semoga
Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di tempat yang memang tidak asing yaitu PCNU Gresik. Kemari kita di sini dan sekarang di sini. Di hari kedua pelatihan SOP ini ruangan masih tidak berpenghuni. Hanya ocehan burung gereja yang lirih-lirih. Juga suara mobil-mobil berbadan gemuk dengan mesin gendut seakan mau berak. Mengeluarkan kotoran hitam berupa timbal-timbal dan gas monoksida serta campuran gas dioksida.
Berbadan gendut lagi pendek hehehe.... tapi cantik, sosok yang juga lagi-lagi tidak asing. Dia adalah wanita yang dulu menjaga perpus saat ku sekolah Aliyah dulu. Dia datang berseta rombongan lengkap dengan seaserahan yang seperti mahar berupa kabel oloran dan beberapa nasi bungkus yang dibawa oleh anak-anak Osis. Teman guru matematika ternyata juga telah datang. Dia menyapaku dengan senyumnya yang khas “Cek pagine...” bilangnya. Saya pun cuma melebarkan mulut sambil memamerkan gigi. Beberapa menit setelah itu, hadir teman-teman guru yang lain. Semakin lama akhirnya semakin lama-semakin banyak.
***
Dibalik kekisruhan dan kesemrawutan otak. Ingin sekali kulampiaskan dengan rokok dan menyendiri ditepi gunung yang terpenghuni atau menyendiri di tepi lautan. Tetapi undangan dari sekolah untuk menghadiri acara SOP menjadi lebih penting dari pada pelampiasan yang hanya sedikit arti. Sesekali ku hanya berpikir dengan pikiran su’udhonku. Jangan-jangan pelatihan ini sama saja dengan pelatihan yang biasanya ku ikuti. Pelatihan yang membuat semangat pada awalnya tapi beberapa hari berikutnya menjadi biasa dan tak berbekas.
Semula aku hanya menyadari bahwa pelatihan hanyalah sekedar omong kosong tanpa bukti. Ya... Mr. Nafi’ namanya. Dia katanya master of trainer. Dia sering keliling dunia. Dia katanya sering melatih di wilayah Indonesia. Berbagai penghargaan yang juga katanya dia raih. Dia juga telah menerbitkan beberapa buku. Dia katanya juga telah menerainer sekolah di Bungah Assa’adah. Dia juga telah melakukan pendampiangan di sana. Ok... ok... usai juga katanya sekarang saya mau lihat bukti.
Semula aku pesimis ini akan menghibur. Karena hiburanku telah menjadi bubur. Ok ini telah berahir, masalahku hanyalah sebuah takdir. Ok... masalahku... biarlah menjadi benakku. Ok.. masalahku biar dia melayang-layang disekitar otakku. Aku semula hanya kabur dan tertutup oleh kecilnya usaha yang lebih menggantungkan ketetapan takdir. Seperti besarnya ketentuan gunung dan kecilnya kerikil usaha. Mudah-mudahan pelatihan ini membawa perubahan.
Tangan diangkat... digerakkan... dipakai menghitung.... satu, dua, tiga.... sepuluh. Sekalarang kedua tangan... kita tulis di awan... satu, dua, tiga,... sepuluh. Sekarang kaki kiri diangkat... kita pakai menulis satu, dua, tiga,.... sepuluh. Sekarang pinggul kita pakai menulis angka... satu, dua, tiga... sepluh. Semua ikut intruksi, termasuk pak Kiyai. Benar-benar kompak. Termasuk pak satpam, termasuk guru2. Semua tertawa. Semua ada makna. Semua gerak bercerita. Memang tiadak materi terucap, tapi terpikirkan sendiri dalam angan-angan.
Tanyangan demi tanyangan berisi gambar. Mercerita tangtang kerapain sepatu yang ditata rapi, tentang membuang sampah pada tempatnya, tentang tertib makan, tentang cara masuk kelas, menyambut siswa, menjawab tlpn. Semua terukur dan dapat dievaluasi. Semua teratur sesuai kaidah ahlak yang islami. Alangkah indahnya bila ini terbawa menjadi karakter diri, karakter siswa, karakter guru dan seterusnya. Mudah muahan karakter ini akan membawa semangatknya bentuk usahaku untuk menghalau pesimis dan mempersilahkan masuk semua bentuk optimis. Semoga
Comments
Post a Comment